Ramai pro kontra tuntutan untuk penggantian Wakil Presiden Gibran RakaBuming Raka, tidak tanggung-tanggung tuntutan itu disuarakan oleh Kelompok purnawirawan TNI, yang salah satu termasyhur adalah Mantan Wakil Presiden Tri Sutrisno yang secara bersamaan juga berlatar belakang purnawirawan TNI yang gagah dan popular di zamannya.
Lantas apakah tuntutan tersebut dapat dieksekusi oleh Presiden ataupun Lembaga Negara lainnya yang berwenang untuk itu seperti MPR RI ataupun Mahkamah Konstitusi? Menjawab pertanyaan tersebut mari kita lihat pengaturan dan mekanisme impeachment di Indonesia terlebih dahulu. Dimana sebelum perubahan UUD 1945 belum ada secara eksplisit disebutkan di dalam Konstitusi baik UUD 1945 naskah asli, Konstitusi RIS, maupun UUDS 1950. Namun, pada masa itu pengaturan mengenai impeachment diatur dalam sebuah aturan tersendiri yaitu TAP MPR Nomor III/MPR/1978 yang memberikan kewenangan kepada MPR untuk memberhentikan presiden.
Pasca perubahan UUD 1945 barulah diatur mengenai proses impeachment pada Pasal 7A dan Pasal 7B UUD 1945 yang melibatkan tiga lembaga yaitu DPR, MPR dan Mahkamah Konstitusi. dimana pemutus akhir dari diberhentikannya Presiden di Indonesia yaitu di MPR. Keberadaan tiga lembaga negara ini mengantarkan kita pada persepsi yang juga diamini oleh para ahli secara tegas menyatakan bahwa proses impeachment di Indonesia lebih besar unsur politiknya dibandingkan unsur hukumnya.
Proses impeachment di Indonesia harus diajukan oleh DPR mengajukan usulan pemberhentian Presiden/wakil Presiden kepada Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi akan memutuskan pendapat DPR bahwa Presiden/Wakil Presiden telah melanggar hukum atau alasan konstitusional lainnya dalam waktu paling lama 90 hari. Namun prosesnya tidak semudah itu, setelah memeriksa dan memutuskan pendapat DPR tersebut, maka Mahkamah Konstitusi menyampaikan putusan itu kepada DPR apakah Presiden/wakil benar-benar telah melakukan pelanggaran sebagaimana yang dituduhkan oleh DPR. Dalam hal putusan Mahkamah Konstitusi tersebut menyatakan bahwa Presiden/wakil Presiden telah melanggar hukum sebagaimana dimaksud oleh DPR, maka DPR mengajukan putusan MK tersebut kepada MPR untuk dilaksanakan sidang istimewa dalam waktu paling lama 30 hari, dan diberikan kesempatan kepada Presiden/wakil Presiden untuk melakukan pembelaan terlebih dahulu.
Menimbang pengaturan dan jabaran proses diatas maka rasanya sangat mustahil impeachment terhadap Presiden ataupun Wakil Presiden hanya berdasarkan pernyataan para purnawirawan tanpa disertai advokasi luar biasa secara politik, maka sudah dapat dipastikan bahwa tuntutan tersebut adalah tindakan tidak mungkin akan terealisasi atau dipatuhi secara serta merta, hal ini dikarenakan sekalipun tuntutan para purnawirawan memiliki dasar bukti dan fakta yang kuat diperlukan langkah luar biasa loby politik kepada tiga lembaga negara yaitu DPR sebagai pengusul impeachment dan MK RI sebagai pihak penengah yang diharapakan menilai keobjektifan dan kebenaran serta terakhir MPR RI sebagai penentu. Berdasarkan hal tersebut jelas impeachment bisa saja namun tidak mudah serta perlu kekuatan yang besar dan dasar kesamaan keinginan para elit politik.
